ASSALAMMUALAIKUM

Kamis, 21 Maret 2013

CANTIK ITU SIKAP


Katanya, setiap wanita itu terlahir cantik. Semua wanita terlahir dengan ‘sesuatu’ yang bisa membuatnya terlihat cantik. ‘Sesuatu’ itu umumnya didefinisikan dengan mata yang lentik, hidung yang mancung, bibir tipis merekah, pipi merah merona tanpa blush on, atau bisa saja rambut hitam lurus lebat seperti di iklan shampo. Setiap wanita punya kelebihan fisik yang patut ditonjolkan. Namun apakah kecantikan itu selalu muncul dari penampilan fisik? Sebelum tadi siang, aku menganggap ‘IYA’ (seseorang itu cantik ketika dia enak dipandang). Tapi tadi, seorang teman mengatakan satu hal sederhana yang seketika mengubah pendapatku tentang ‘CANTIK’.

Seseorang       : “Cantik itu sikap Rik”
Aku                 : “Lha kalo sikapnya bagus muka monster masak cantik?
Seseorang        : “Kalo mukamu mulus cantik tapi ngomongmu ‘a...k...k...u mm...a...u.. c...c...c...a...n...t...i...k’? gimana? Cantik itu bagaimana kamu bisa menjadi seseorang yang menyenangkan.”
Aku                 : *diam* *hening* *kemudian merenung*

Dari percakapan sederhana di atas, aku banyak menyimpulkan pemikiran baru yang ntah muncul darimana, tiba-tiba pemikiran ini masuk otak dan terpaku dalam prinsip. Cantik untukku sekarang tidak melulu tentang bagaimana seorang wanita berpenampilan. Selangsing apa dia, setebal apa alisnya, semanis apa senyumnya, dan seelok apa rambutnya. Ini tentang bagaimana seorang wanita menjadi menyenangkan. Bagaimana wanita itu membagikan kebahagiaan pada orang di sekitarnya. Bagaimana wanita itu bersikap

Sikap seseorang pun tidak melulu tentang bagaimana caranya bicara, caranya berjalan, dan caranya berpakaian. Seorang wanita itu cantik ketika Ia bisa memposisikan diri. Bersikap sesuai kondisi dan situasi yang sedang Ia hadapi. Persis seperti kata seorang padaku beberapa bulan lalu.
‘Kamu cantik ketika kamu bisa memposisikan diri’
Belum tentu orang-orang berbadan gendut, berjerawat, berhidung pesek, berdahi lebar, tidak punya alis, dan segala ‘kelemahan’ fisik lainnya tidak bisa menjadi cantik. Setiap wanita berhak menjadi cantik karena setiap wanita berpotensi cantik. Meskipun, tidak bisa dipungkiri, sebagai wanita normal selalu mengusahakan penampilan menarik. 

Intinya, wahai wanita-wanita yang terlahir dengan potensi besar menjadi cantik. Asahlah terus potensi yang kalian miliki. Potensi di sini adalah ‘akal’. Manusia terlahir dengan akal yang istimewa. Meskipun khusus untuk wanita, dikaruniai faktor ‘perasaan’ yang cenderung menonjol. Tapi wanita punya akal yang pastinya akan sangat membantu dalam penentuan sikap. Sekali lagi, cantik itu sikap. Cantik itu bagaimana kamu menjadi menyenangkan untuk orang sekitar. Cantik itu kamu.

Klasik. 
Wajah menawan, sikap menyenangkan, incaran.
Wajah biasa, sikap istimewa, menggoda.   
Wajah mempesona, sikap tanpa etika, percuma.
Wajah biasa, sikap tanpa etika, mati saja.

Senin, 11 Maret 2013

Tulisan Tengah Malam

Malam ini aku tengah ada di puncak perasaan bimbang. Termenung di dalam kekosongan. Terikat kuat dengan kekecewaan. Aku tak tahu pasti apa penyebab semua ketidaknyaman ini. Yang jelas, perasaan tidak nyaman ini nyata, dan sampai sekarang masih terasa.

Ini mungkin bisa tentang pendidikan, teman atau pasangan. Berkali-kali aku mencoba menanyai diriku, hatiku tentang apa yang membuatku begini tak nyaman, hasilnya tetap. Aku tak mendapat jawaban. Sumber ketidaknyamanan ini seolah tertutup kabut yang sukar kuusir. Atau mungkin memang ketidaknyamanan ini tidak bersumber? Terkadang memang aku gemar menempatkan diriku sendiri pada posisi yang berbeda dengan posisiku bisanya. Jika biasanya aku merasa nyaman, mungkin sekarang aku sedang ingin tak nyaman. Tapi rasanya bukan itu. Bukan sengaja. Ini lain. Namun tetap. Satu, dua, tiga, empat, lima dan berkali-kali aku mencoba menemukan jawaban dari pertanyaan 'kamu kenapa rika?', tak sekalipun kudapatkan jawaban. Yang aku tau pasti, sekarang, hatiku terasa hampa, semangatpun tak ada. 

Ingin sekali aku menceritakan semua yang kurasakan pada seseorang. Namun setiap aku menemukan seseorang yang terlihat cocok sebagai tepat curahan perasaan. tiba-tiba ada rem dalam hatiku yang menghentikan ceritaku. 
Hatiku berbisik "Rik, sebanyak apapun kamu ceritakan perasaanmu pada orang-orang, tidak akan mengurangi rasa ketidaknyamananmu. sama sekali tidak akan berpengaruh. Karena apa yang sedang kamu rasakan adalah apa yang ingin kamu rasakan. Yang bisa membuat perasaan tidak nyaman ini hilang, ya hanya kamu. Semakin banyak mereka tahu kamu sedang lemah, semakin mereka menganggap kamu lemah. Mereka toh tidak akan bisa membuatmu kuat lagi, karena yang bisa hanya kamu sendiri. Bukankah perasaan hanya akan mengikuti apa kata empunya?"

Dan pada akhirnya, tinggallah aku dengan perasaan tak nyamanku. Menanti pagi dalam malam yang sunyi.

Senin, 04 Maret 2013

'Indonesia'


Aku lahir dan berdomisili di Indonesia. Negara yang dari dulu sangat aku cinta. Negara yang telah sangat berjasa dalam hidupku di dunia. Negara yang sampai sekarang masih bernama ‘Indonesia’.

Beberapa hari yang lalu, setelah sekian lama membutakan mata dan menulikan telinga tentang kabar-kabar Indonesia, akhirnya aku nonton berita. 

Berita pertama ini sangat menyayat hati dan ironi. 

Jadi ada suatu daerah ‘yang aku lupa namanya’ di daerah Jawa Barat. Jarak daerah itu dengan IBUKOTA NEGARA INDONESIA (JAKARTA) berbanding terbalik dengan KONDISI KESEHATAN. Jadi di berita, dibilang kalau daerah itu belum ada PAM. Masyarakat memanfaatkan aliran sungai yang ‘tidak terlalu’ deras untuk kegiatan sehari-hari, seperti MandiCuciKakus. Jadi ketika ada seorang ibu yang sedang mencuci piring, sekitar 200 meter sebelumya ada seorang anak sedang buang air besar. SEE! Euh. Ini kawasan tidak jauh dari ibukota negara loh, Jawa Barat itu provinsi yang wow juga loh. Masih ada kawasan seperti ini. Bagaimana dengan kawasan-kawasan lain yang ribuan kilo jauhnya dari pusat pemerintahan???? Dan yang lebih tragis lagi, di daerah itu ada poster PEMILIHAN GUBERNUR JAWA BARAT. Poster aja bisa masuk kenapa air PAM ga dimasukin PAK BUK? Yah... Indonesia ku masih ‘Indonesia’.

Berita kedua sangat membelalakkan mata, memekakkan telinga dan refleks membuat aku marah-marah. Anas.

Jadi intinya ‘mereka’ yang sedang jadi pemimpin-pemimpin itu, sekarang lagi gonjang-ganjing karena Anas Purbaningrum ‘katanyakorupsi. Kenapa gonjang-ganjing? Pada takut kebongkar kali~ entahlah. See! Masih adaloh masyarakat makan dengan piring yang mungkin ada tinjanya, nah PAK BUK yang ‘pemimpin’ itu malah tuduh-tuduhan siapa yang morotin uang negara. DUNIA. INDONESIA.

PAK BUK yang sekarang jadi pemimpin dan terlilit kasus korupsi itu pasti dulunya punya niat dan cita-cita mulia untuk Indonesia. Pasti. Tapi memang, ‘kebanyakan’ pemimpin lupa niat awalnya ketika telah ‘memimpin’.

Ada teman, tadi sore bilang “Di Indonesia Koruptor ‘ditanggap’, kalo negara lain mah dihukum mati”. Aku berpikir kemudian, nah kalo di Indonesia koruptor dihukum mati, siapa aja dong yang hidup? Orang dari kecil kebiasaan korupsi udah ada. Contohnya yah... jam belajar dipake ngetweet. Korup sekali. Seperti siapa? Lupakan.

Kembali ke berita.

Intinya setelah berita itu, aku marah-marah sendiri. Kecewa sama ‘sistem’nya Indonesia. Kecewa sama PAK BUK yang sekarang sedang dipercaya jadi pemimpin. Di dalam hati makin bulat tekad ingin jadi seorang dokter yang punya suami kaya raya. Kelak ketika aku kaya raya, aku tidak akan membuang uangku untuk kampanye kanan kiri minta dipilih jadi ‘pemimpin’. Suamiku juga tidak. Jika ada rezeki lebih, langsung sajalah membantu yang butuh. Dokter Gratis! Bismillah.

Ketika kamu menemukan masalah, kamu punya ide untuk solusinya, tapi kamu tidak punya 'daya' untuk mewujudkan idemu itu, mulailah dari hal kecil. Tunjukkan pada sekelilingmu bahwa hipotesamu tentang solusi yang akan menyelesaikan masalah itu bisa diterapkan dan akan berhasil. Melakukannya mungkin tidak seringan mengetikkannya, tapi bukan berarti tidak bisa dilakukan. Bukankah kejadian selalu berawal dari angan-angan?